Selamat Datang di Blog Yuniara

Tuesday, October 9, 2012

Hakikat Manusia


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Pemikiran tentang hakikat manusia sejak zaman dahulu kala sampai zaman modern sekarang ini juga belum berakhir dan mungkin tak akan pernah berakhir. Ternyata orang menyelidiki manusia itu dari berbagai sudut pandang. Ada yang menyelidiki manusia dari segi fisik yaitu antropologi fisik, adapula yang menyelidiki dengan sudut pandang budaya yaitu antropologi budaya. Sedangkan yang menyelidiki manusia dari sisi hakikatnya disebut antropologi filsafat. Pengetahuan tentang asal kejadian manusia adalah amat penting dalam merumuskan tujuan pendidikan bagi manusia. Asal kejadian ini justru harus dijadikan pangkal tolak dalam menetapkan pandangan hidup bagi orang Islam. Pandangan tentang kemakhlukan manusia cukup menggambarkan hakikat manusia. Manusia adalah makhluk (ciptaan) Allah adalah salah satu hakikat wujud manusia.
Quraish Syihab dalam bukunya Wawasan Al-Qur’an mengungkapkan pendapat Alexis Carrel tentang kesukaran yang dihadapi untuk mengetahui hakikat manusia bahwa  sebenarnya manusia telah mencurahkan perhatian dan usaha yang sangat besar untuk mengetahui dirinya, kendatipun kita memiliki perbendaharaan yang cukup banyak dari hasil penelitian para ilmuwan, filosof, sastrawan dan para ahli bidang keruhanian sepanjang masa ini. Tapi kita (manusia) hanya mampu mengetahui beberapa segi tertentu dari diri kita. Kita tidak mengetahui manusia secara utuh. Yang kita ketahui hanyalah bahwa manusia terdiri dari bagian-bagian tertentu, dan ini pun pada hakikatnya dibagi lagi menurut tata cara kita sendiri.
Satu-satunya jalan untuk mengenal dengan baik siapa manusia, adalah merujuk kepada wahyu Illahi (Al-Qur‟an) dan As-Sunnah (Hadits Rosulullah SAW), agar kita dapat menemukan jawabannya. Bagaimanakah perspektif Al-Qur‟an dan As-Sunnah tentang hakikat dan fitrah manusia? Makalah ini berusaha mengungkapkan Hakikat dan Fitrah manusia dalam perspektif Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mengapa manusia memerlukan pendidikan, dan mengapa manusia bisa di didik. Semoga dengan pembahasan ini dapat menambah wawasan bagi kita dalam memahami hakikat diri kita sebagai manusia di muka bumi ini.
B.     Rumusan Masalah
                             i.      Apa hakikat Allah menciptakan manusia ?
                           ii.      Bagaimana hakikat manusia menurut Al Qur’an dan Hadist ?
                         iii.      Apa kedudukan manusia di muka bumi ini ?
                         iv.      Apakah tugas dan peran manusia di muka bumi ini ?

C.      Tujuan
                             i.     Mengetahui hakikat Allah menciptakan manusia,
                           ii.     Mengetahui hakikat manusia menurut Al-Qur’an dan hadist,
                         iii.     Memahami kedudukan manusia di muka bumi ini,
                         iv.     Mengetahui tugas dan peran manusia di muka bumi ini.

BAB II
PEMBAHASAN

1.    Hakikat Allah Menciptakan Manusia
Manusia disisi Allah adalah sebagai salah satu ciptaan (makhluk) Allah. Sebagaimana dalam QS. Al Alaq: 2 “Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.” QS. Al Baqarah : 21 “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.”
Makna yang paling mendasar yang dapat diambil dari hal ini (manusia sebagai makhluk) adalah bahwa manusia memiliki kekurangan dan keterbatasan. Sesungguhnya semua yang diciptakan oleh Allah memiliki kekurangan dan keterbatasan. Sedangkan Allah Maha Sempurna, tidak memiliki kekurangan, keterbatasan atau kelemahan.Yang menunjukkan hal tersebut adalah ucapan “Subhanallah”, “Maha Suci Allah dari serba kekurangan dan keterbatasan”. Oleh karena itu tidaklah pantas manusia sebagai ciptaan untuk menyombongkan dirinya. Allahlah yang pantas untuk sombong, karena Allah adalah Dzat Yang Maha Sempurna. Allah swt memeberikan keutamaan lebih kepada manusia dari pada makhluk yang lain. Manusia dilantik menjadi Abdullah dan Khalifatullah dimuka bumi ini untuk memakmurkannya. Oleh karena itu dibebenkan kepada manusia amanah Attaklif, dan diberikankan pula kebebasan dan tanggung jawab memiliki serta memelihara nilai-nilai kemuliaan.
Kemuliaan yang diberikan bukanlah karena bangsanya, warna kulitnya, kecantikannya, perawakannya, harta, derajatnya, akan tetapi semata-mata karena iman dan dan taqwanya kepada Allah swt.
Semua itu dijelaskan dalam al-qur’an surat al-baqarah ayat 21
21.  Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,
Dan Al-Baqarah ayat 30
30.  Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Allah swt juga menjelaskan hakikat ciptaan manusia dalam surat az-zariyat ayat 56:
artinya: “ Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku ”

2.    Hakikat Manusia Menurut Al-Qur’an dan Hadist
Hakikat manusia menurut al-Qur’an ialah bahwa manusia itu terdiri dari unsur jasmani, unsur akal, dan unsur ruhani. Ketiga unsur tersebut sama pentingnya untuk di kembangkan. Sehingga konsekuensinya pendidikan harus di desain untuk mengembangkan jasmani, akal, dan ruhani manusia. Unsur jasmani merupakan salah satu esensi ( hakikat ) manusia sebagai mana dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-baqarah ayat 168:
artinya “ Hai sekalian manusia makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat dari bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan karena sesungguhnya syuetan itu adalah musuh yang nyata bagimu “
Akal adalah salah satu aspek terpenting dalam hakikat manusia. Akal digunakan untuk berpikir, sehingga hakikat dari manusia itu sendiri adalah ia mempunyai rasa ingin, mempunyai rasa mampu, dan mempunyai daya piker untuk mengetahui apa yang ada di dunia ini.
Sedangkan aspek ruhani manusia di jelaskan dalam al-Qur’an surat al-Hijr ayat 29 yang artinya “ Tatkala aku telah menyempurnakan kejadiannya, aku tiupkan kedalamnya ruhku.kedalamnya, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud “
Dalam hal ini Muhammad Quthub menyimpulkan bahwa eksistensi manusia adalah jasmani, akal, dan ruh, yang mana ketiganya menyusun manusia menjadi satu kesatuan. Lain halnya dengan al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah, beliau mendefinisaikan manusia sebagai yang diciptakan dari satu gumpalan yang Allah gumpalkan dari segala unsur tanah, yang tanah itu terdapat segala unsur yang baik, yang kotor, yang mudah, yang sedih, yang mulia, dan yang hina.
Al-Imam Ibnu Qayyim mendefinisikan manusia pada hakikat penciptaannya. Berangkat dari asal penciptaannya, terlihat bahwa berbagai potensi ada pada diri seorang manusia.

3.    Kedudukan Manusia
Kesatuan wujud manusia antara fisik dan psikis serta didukung oleh potensi-potensi yang ada membuktikan bahwa manusia sebagai ahsan al-taqwim. Dalam hubungannya dengan Pendidikan Islam, menempatkan manusia pada posisi yang strategis, yaitu:
a. Manusia sebagai makhluk yang mulia
b. Manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi
c. Manusia sebagai makhluk paedagogik

Berikut ini secara lebih terperinci: 
a.        Manusia sebagai makhluk yang mulia
Manusia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk beragama sesuai dengan fitrahnya. Manusia adalah hamba Allah (abdi Allah). Esensi dari ketaatan seorang hamba adalah ketaatan, ketundukan dan kepatuhan terhadap Tuhannya. Sebagai hamba Allah manusia tidak bisa lepas dari kekuasaan-Nya karena fitrah untuk beragama.
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”
(QS. Al-Ruum 30)
Berdasarkan ayat di atas, menjelaskan bahwa bagaiamana pun primitifnya suku bangsa manusia, mereka akan mengakui adanya Zat Yang Maha Kuasa di luar dirinya. Dengan demikian, rasa tunduk dan kepatuhan manusia kepada Zat Yang Maha Agung, merupakan tabiat asli (fitrah) manusia yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai nilai ubudiyah kepada-Nya.
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (QS. Adz-Dzâriyât 56)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa tugas manusia dalam hidup ini berakumulasi pada tanggung jawab mengabdi (beribadah) kepada Allah SWT.

b.       Manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi
Fungsi kekhalifahan manusia di muka bumi ini, dijelaskan oleh Al-Qur‟an berikut;
Artinya: ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Baqarah 30)
                                          
Artinya: Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat” (QS Al-An’am 165)
Ayat-ayat di atas disamping menjelaskan kedudukan manusia di alam raya ini sebagai khalifah, juga memberi isyarat tentang perlunya sikap moral atau etika yang harus ditegakkan dalam melaksanakan fungsi kekhalifahannya.
Untuk melaksanakan tugasnya sebagai khalifah, Allah telah memberikan kepada manusia seperangkat potensi (fitrah) berupa aql, qalb dan nafs. Namun demikian, aktualisasi fitrah itu tidaklah otomatis berkembang melainkan tergantung pada manusia itu sendiri. Untuk itu, Allah SWt menurunkan wahyu-Nya kepada para Nabi dan Rosul, agar menjadi pedoman bagi manusia dalam mengaktualisasikan fitrahnya secara utuh, selaras dengan tujuan penciptaanya, sehingga manusia dapat tampil sebagai makhluk Allah yang tinggi martabatnya.
Ahmad Hasan Firhat membedakan kedudukan kekhalifahan manusia pada dua bentuk:
Pertama, khalifah kauniyah. Dimensi ini mencakup wewenang manusia secara umum yang telah dianugerahkan Allah SWT untuk mengatur dan memanfaatkan alam semesta beserta isinya bagi kelangsungan umat manusia di muka bumi. Dalam konteks ini, wewenang manusia meliputi pemaknaan yang bersifat umum, tanpa dibatasi oleh agama apa yang mereka yakini. Artinya label kekhalifahan yang dimaksud diberikan kepada semua manusia sebagai penguasa alam semesta.
Jika dimensi ini yang dijadikan standar dalam melihat predikat manusia sebaga khalifah Allah fial-ardh, maka akan berdampak negatif bagi kelangsungan kehidupan manusia dan alam semesta. Manusia dengan kekuatannya akan mempergunakan alam semesta sebagai konsekuensi kekhalifahannya tanpa control dan melakukan penyimpangan-penyimpangan dari nilai Ilahiah. Akibatnya keberadaannya di muka bumi, bukan lagi sebagai pembawa kemakmuran, namun cenderung berbuat kerusakan dan merugikan makhluk Allah lainnya.
Kedua, khalifah Syar’iyat; Dimensi ini wewenang Allah yang diberikan kepada manusia untuk memakmurkan alam semesta. Hanya saja untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab ini, predikat khalifah secara khusus ditujukan kepada orang-orang mukmin. Hal ini dimaksudkan agar dengan keimanan yang dimilikinya, mampu menjadi pilar dan control dalam mengatur mekanisme alam semesta, sesuai dengan nilai-nilai ilahiyah yang telah digariskan Allah lewat ajaran-Nya. Dengan prinsip ini, manusia akan senantiasa berbuat kebaikan dan memanfaatkan alam semesta ini demi kemaslahatan umat manusia.
c.        Manusia sebagai makhluk paedagogik
Makhluk paedagogik ialah makhluk Allah yang dilahirkan membawa potensi dapat dididik dan dapat mendidik.40 Manusia adalah makhluk paedagogik, karena memiliki potensi dapat dididik dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi. Manusia dilengkapi dengan fitrah Allah, berupa bentuk atau wadah yang dapat diisi dengan berbagai kecakapan dan keterampilan yang dapat berkembang, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia. Pikiran, perasaan dan kemampuannya berbuat merupakan komponen dari fitrah itu.
“(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah.” (QS. Ar-Rum 30)
Manusia adalah makhluk yang dapat berpikir, merasa dan bertindak dan terus berkembang. Fitrah inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Dari sinilah semakin jelas bahwa manusia adalah makhluk paedagogik. Meskipun demikian, jika potensi itu tidak dikembangkan, niscaya ia akan kurang bermakna dalam kehidupan. Oleh karena itu perlu dikembangkan dan pengembangan itu senantiasa dilakukan dalam usaha dan kegiatan pendidikan. Teori nativis dan empiris yang dipertemukan oleh Kerschenteiner dengan teori konvergensinya, telah ikut membuktikan bahwa manusia itu adalah makhluk yang dapat dididik dan mendidik (paedagogik).

4.      Tugas dan peran manusia

a.      Beribadah kepada Allah SWT Beribadah kepada Allah SWT merupakan tugas pokok bahkan satu-satunya tugas dalam kehidupan manusia sehingga apa pun yang dilakukan oleh manusia dan sebagai apa pun dia seharusnya dijalani dalam kerangka ibadah kepada Allah SWT sebagaimana firman-Nya yang artinya “Dan Aku tidak menciptakan manusia kecuali supaya mereka menyembah-Ku.” . Agar segala yang kita lakukan bisa dikategorikan ke dalam ibadah kepada Allah SWT paling tidak ada tiga kriteria yang harus kita penuhi lakukan segala sesuatu dgn niat yang ikhlas karena Allah SWT. Keikhlasan merupakan salah satu kunci bagi diterimanya suatu amal oleh Allah SWT dan ini akan berdampak sangat positif bagi manusia yang melaksanakan suatu amal karena meskipun apa yang harus dilaksanakannya itu berat ia tidak merasakannya sebagai sesuatu yang berat apalagi amal yang memang sudah ringan. Sebaliknya tanpa keikhlasan amal yang ringan sekalipun akan terasa menjadi berat apalagi amal yang jelas-jelas berat utk dilaksanakan tentu akan menjadi amal yang terasa sangat berat untuk mengamalkannya.
  1. Lakukan segala sesuatu dgn cara yang benar bukan membenarkan segala cara sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah SWT dan dicontohkan oleh Rasul-Nya. Manakala seorang muslim telah menjalankan segala sesuatu sesuai dengan ketentuan Allah SWT maka tidak ada penyimpangan-penyimpangan dalam kehidupan ini yang membuat perjalanan hidup manusia menjadi sesuatu yang menyenangkan.
  2. Lakukan segala sesuatu dengan tujuan mengharap ridha Allah SWT dan ini akan membuat manusia hanya punya satu kepentingan yakni ridha-Nya. Bila ini yang terjadi maka upaya menegakkan kebaikan dan kebenaran tidak akan menghadapi kesulitan terutama kesulitan dari dalam diri para penegaknya hal ini krn hambatan-hambatan itu seringkali terjadi krn manusia memiliki kepentingan-kepentingan lain yang justru bertentangan dengan ridha Allah SWT.
Tanggung jawab manusia sebagai :
  1. Sebagai khalifatullah :
·         Mewujudkan kemakmuran di muka bumi,
·         Menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan,
·         Memelihara bumi sebagai tempat tinggal.
  1. Sebagai abdi/ hamba allah
·         Taat, tunduk dan patuh kepada perintah Allah,
·         Menghambkan diri kepada-Nya bukan kepada nafsu,
·         Menjalankan aktifitas dengan berpedoman kepada ketentuan Allah.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa pada hakikatnya Allah swt menciptakan manusia di muka bumi ini adalah semata-semata untuk mengabdi kepada-Nya dan untuk menjadi khalifah dimuka bumi. Hakikat penciptaan manusia terdiri dari tiga unsur, yaitu unsur jasmani, unsur akal, dan unsur ruhani, yang mana ketiga unsur tersebut menjadi satu kesatuan pada diri manusia.
Sebagai makhluk yang dibekali dengan berbagai kelebihan jika dibandingan denagn makhluk lain, sudah sepatutnya manusia mensyukuri anugrah tersebut dengan berbagai cara, diantaranya dengan memaksimalkan semua potensi yang ada pada diri kita. Kita juga dituntut untuk terus mengembangkan potensi tersebut dalam rangka mewujudkan tugas dan tanggung jawab manusia sebagai makhluk dan khalifah di bumi.
B.     Saran
Dari pembahasan di atas dan kesimpulan yang telah ada, kita telah mengetahui hakikat manusia di muka bumi ini menurut pandangan islam, tugas manusia diciptakan, dan juga peran manusia diciptakan oleh Allah tidak lain untuk menyembah Allah dam bermanfaat bagi sesama manusia. Untuk itu setelah kita mengetahuinya, tahap selanjutnya memahaminya, setelah itu kita dapat mengamalkannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Harapannya adalah semakin tebalnya iman kita kepada Allah, dan dapat dijadikan intropeksi diri kita masing-masing sebagai umat islam dan hamba Allah. Semoga kita termasuk orang yang bertakwa dan berada di jalan yang lurus.







BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Al- Aliyy, Al-Qur’an dan terjemahannya. (Bandung : CV Diponegoro, 2005).
Anas Abdul Malik al-Quz, Ibnu Qayyim Berbicara tentang Manusia dan Semesta, Pustaka Azzam: Jakarta, (2001), Hal: 21
Prof. Dr. Abuddin Nata, MA, Filasafat Pendidikan Islam, Gama Media Pratama: Jakarta, (2005), Hal: 81



1 comment: